Halaman

Minggu, 27 November 2011

Seorang Putri Di antara si Kembar


“Putri, mau ga’ suatu saat nanti kita ketemuan?” kata Edo lewat media chatting akun facebooknya.

“Boleh! Kapan?”

“Bulan depan ya?”

“Oke!”



* * *

Putri memang sudah lama mengenal Edo. Sejak Edo masih menjadi asisten Dosen di fakultas Ekonomi Akuntansi. Sedangkan Putri adalah mahasiswi ilmu komunikasi. Mereka berkenalan lewat chatting MIRC, sepuluh tahun yang lalu.

Dua minggu yang lalu mereka bertemu kembali secara tidak sengaja lewat jejaring facebook, dan semenjak saat itu, hampir setiap hari mereka chatting di jam yang sama.

Oya, saat ini Putri sudah bekerja menjadi guru bahasa Indonesia di sebuah sekolah swasta, sedangkan Edo menjadi karyawan di sebuah bank ternama.

* * *

Tepat sebulan lewat dua hari.

Trililit! Trililit!

“Hallo, Putri, lagi ngapain? Sibuk ya?” Bunyi telpon yang masuk ke handphone Putri.

“Enggak juga.. Aku baru selesai membuat soal.”

“Besok ketemuan, yuk?”

“Besok? Cepet amat? Apa tidak menunggu minggu depan?”

“Kan besok hari besar..”

“Oke. Dimana dan jam berapa?”

“Di Plaza Senayan, jam sebelas siang.”

“Tapi, Put.. jangan kaget ya kalo ketemu aku.. Aku baru sembuh dari stroke.”

“Stroke? Koq bisa?? Apa benar ini Edo?? Bulan kemarin sepertinya kamu tidak kenapa-napa?”

“Maaf, kalo aku menyembunyikan hal ini. Tapi, kamu ga kecewa ‘kan kalo ketemu aku?”

“Enggak!”

“Baiklah, sampai ketemu besok ya..”

Klik!

Putri bingung sekali.. kalo nomor.. ini nomor Edo. “Kenapa Edo merahasiakan hal ini kepadaku? Bukankah dia sedang bekerja di bank? Ah sudahlah.. kita lihat saja besok!” guman Putri.



* * *

Jam sebelas siang, Putri menunggu di foodcourt Plaza Senayan.

Tiba-tiba, ada orang yang menghampiri dia. Jalannya tertatih-tatih.. sambil memegang tongkat di tangan kanan.

“Edo!? Kenapa bisa jadi begini?”

Edo mengambil kursi, dan duduk secara hati-hati. Dia menjelaskan bahwa selama ini dia telah banyak makan enak. Yang menyebabkan dia jadi semaput. Badannya Lumpuh sebelah kiri.

Putri serasa ingin menangis. Karena diam-diam dia mencintai Edo yang konon wajahnya mirip dengan Glenn Alynzki. Akhirnya mereka kencan dalam kesunyian.



* * *

Seminggu kemudian,

Trililit! Trililit!!

“Hallo, Putri gimana kabarnya? Sedang apa?”

“Ini aku sedang masak.”

“Ooh.. maaf ganggu, Put.” “Put, mmh.. boleh ga aku pinjam uang untuk dana berobatku?”

“Berapa?”

“Tidak banyak.. Hanya tiga ratus ribu rupiah.” “Nanti transfer yak ke nomor 527xxxxxxx atas nama saudaraku, Edi. Soalnya aku ga punya akun di BCA.”

Tanpa menyadarinya, Putri bertanya, “Aku baru tahu kalau kamu punya saudara?”

“Iya, aku punya saudara kembar. Makasih ya, Put.”

Selesai telponan, satu jam kemudian,

Trililit! Trilillit!

“Hallo?”

“ Put, Gimana kabar kamu? Jadi enggak kita ketemuan?”

“Ini siapa??”

“Ini Edo! Masa baru sebulan sudah lupa?”

“Lho? Yang barusan nelpon itu siapa?”

“Siapa?”

“Barusan kamu nelpon aku..”

“Ngg?” “Aku baru nelpon..”

“Yang sakit stroke itu..”

“Ooh.. Itu kembaranku; Edi. Dia baru pulang dari Malang.”

“Hah? Jadi minggu kemarin aku kencan dengan siapa?”

“Haah??“ “Aku ke rumahmu deh sekarang.. Tunggu ya.. sejam lagi aku sampai!”

“Emangnya kamu masih inget alamat rumahku?”

“Masih doong! ‘Kan dulu aku pernah ke rumahmu.. di depan taman Gading itu ‘kan?”

“Iya..”

“Tunggu ya?“

“Oke!”

Klik!

Serasa mau pingsan, kepala Putri jadi nyut-nyutan. Pusing dengan apa yang sedang terjadi.



* * *

Sore hari yang teduh. Saat hujan baru selesai turun. Angin bertiup sepoi-sepoi, menggoyangkan dedaunan.

Tepat satu jam kemudian, saat Putri melihat Edo menyusuri taman. Putri segera berlari memeluk Edo dan menangis.

“Aku hampir kena tipu..” isaknya.

Edo mengusap rambut Putri dengan lembut.

“Maafkan aku..! Seharusnya aku cerita ke kamu kalo aku punya seorang saudara.. Saudara kembar identik! Justru sebenarnya karena wataknya itu, aku tidak ingin memperkenalkanmu dengannya.”

“Ia menyuruhku transfer uang..” “Ia juga memakai hape-mu..”

“Maafkan aku, Putri.. Mungkin saat aku sedang mandi, ia mempergunakan hapeku.” “Tapi kamu belum sempat transfer ‘kan?” sambil memegang pundak Putri.

“Belum!”

“Syukurlah! “ “Nanti aku akan bicara dengannya..”

“Aku mencintaimu Edo!”

“Aku juga.. aku mencintaimu, Putri.” (Sambil mendekap Putri) “Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk menimpamu.”

Dari jauh taksi berlalu perlahan-lahan. Edi menatap sepasang kekasih itu dengan gundah!

“Ke Bandara, pak!” kata Edi, tajam!


TAMAT

Jakarta, 26 Oktober 2011

Yenny N.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar